Thursday 1 September 2016

Tangan Kiri



Sri Maryanto, Tangan Kiri, 2015, Akrilik di atas Kanvas, 60x80cm
Setelah lama tidak melukis (dengan berbagai macam alasan yang tidak bermutu yang tentunya tidak perlu disebutkan) saya mulai lagi mengerjakan sesuatu yang sudah lama menjadi impian.
Pertama kali adalah mempersiapkan bahan-bahan dan alat-alat juga tentu saja waktu yang terjadwal. Setelah itu bersih-bersih ruangan di mana akan menjadi studio. Baru mulai bekerja!
Sebagai sawalan saya memutuskan untuk melukis dengan warna hitam saja sampai saya rasa cukup kemudian lambat laun menuju warna-warni. Lukisan di atas adalah hasil peralihan dari periode hitam putih ke pewarnaan. Masih irit warna nuansa merah dan jingga yang sedikit kentara, ada juga sedikit warna dingin sebagai latar belakang, namun kuasa hitam masih sangat terasa.
Saya ingin bercerita tentang nelayan yang sedang menguliti ikan hasil tangkapannya, tangan kanan memegang pisau dan tangan kiri yang kuat memegang ikan. Melalui karya ini saya bermain dengan asosisasi tentang makna kiri yang kadang-kadang langsung membuat orang takut atau bangga, karena arti kiri dalam politik adalah orang-orang yang dekat dengan sosialisme yang sering dianggap sama dengan hantu yang di negara kita diciptakan dan dipelihara oleh rezim orde baru dan antek-anteknya yaitu komunisme. Masih takut dengan hantu yang sudah lama tidak lagi punya taring itu?
Nah Semoga yang kiri tetap kuat dalam memegang ikan, sebelum tangan kanan menyayat ikan sebelum dibumbui untuk di masak sebagai santapan bersama.
Kiri dan kanan harus bekerja sama biar seimbang...

Sunday 21 August 2016

Catch Fish, 2015

Sri Maryanto, Catch Fish, 2015, Acryl on canvas, (190x270cm)

Banyak yang bertanya apakah ini dibuat dengan arang?
Kenyataannya karya yang berjudul Tangkapan atau catch fish, yang berukuran cukup besar yaitu 190 x 270 cm saya buat dengan cat akrilik di atas kanvas. Nuansa blur dihasilkan dari sapuan kuas dengan cat akrilik warna hitam yang hampir kering. Bermula dari kesengajaan saya menghindari lelehan cat yang mengganggu, karena posisi kanvas ketika dikerjakan menempel tembok alias berdiri, kemudian saya pilih menggunakan teknik kering.
Dimulai dengan sapuan warna yang tipis menuju warna gelap, seperti dalam pengerjaan teknik cat air atau aquarell maupun ketika saya menggrafis dengan warna banyak.
Karya ini saya kerjakan pada tahun 2015, pernah dipamerkan di pameran tahunan di kampus AdBK München (Jahresausstellung 2015), saat ini sedang dipajang di Nova Galerie Praha sampai tanggal 3 September tahun ini. Silahkan datang jika anda sedang berada di Praha dan sekitarnya.
Selamat mengapresiasi!

Saturday 2 January 2016

a.m.d


Sengaja aku pakai singkatan judul karya di atas untuk membuat penasaran, apa gerangan yang dimaksud?
Karya di atas dibuat dengan cat akrilik warna hitam di atas kanvas, tahun 2015 kemarin. Bersama dengan 4 karya yang lain pernah aku pamerkan di sebuah galeri di münchen. Silahkan menduga-duga dan menyimak apa yang aku lukiskan di atas kanvas yang berukuran 157 x 210 cm tersebut.

Thursday 24 December 2015

Flusswächter


Judul aslinya adalah Penjaga Sungai, aku terjemahkan bebas dalam bahasa jerman menjadi Flusswächter. Karya ini salah satu karya awal saya di atas kanvas lagi pada tahun 2015, setelah lama sekali cuma berkutat dengan media kertas dan lithographie. Lukisan hitam putih di atas yang sekilas mirip gambar pensil atau carchoal/arang, sungguh saya buat memakai cat akrilik, tentu juga memakai kuas untuk menorehkannya ke bidang kanvas. Saya mulai menggunakan cat akrilik dulunya untuk menghindari bau-bau minyak yang tidak nyaman di hidung dan studio sempit saya waktu kuliah di ISI Yogyakarta. Kemungkinan media cat minyak akan aku jamah lagi setelah tahu ada minak yang nirbau.
Bercerita tentang hantu-hantu yang selama ini lebih senang atau terpaksa menjadi penunggu sungai-sungai besar di indonesia khususnya di jawa, setelah wilayah daratan dikuasai tentara sejak gestok.
Masa lalu yang kelam sedikit demi sedikit dikuak tabirnya, namun masih banyak yang harus dilakukan agar kita tahu berada di mana posisi kita sekarang. Ayo tetap semangat!

Saturday 5 December 2015

Usus belum Buntu

sri maryanto, Usus belum buntu, lithografie auf Büttenpapier, 2015

Es ist so weit, 50 jahre des schrecklichen Ereignises ist schon vorbei aber die politische Situation ist noch nicht viel geändert. Man muss noch viel Kräft brauchen um die Utopie einbischen zu nähern. Viel Spass damit!



Sunday 25 October 2015

Nggak usah takut nonton pembukaan pameran!

Bagi kita yang sering nonton sebuah pembukaan pameran mungkin judul di atas sebuah lelucon. Tapi bagi sementara orang yang tak tahu menahu tentang dunia pameran seni rupa adalah persoalan serius.
Sebuah pameran seni rupa biasanya diawali dengan ceremony atau upacara bukan bendera untuk peresmian. Dalam bahasa asing biasa dikatakan opening atau vernissage. Tamu-tamu pada waktu pembukaan adalah orang-orang yang mendapat undangan atau teman-teman seniman yang kebetulan bisa hadir. Tapi sebenarnya semua orang boleh datang, apalagi jika acara tersebut disebarluaskan melalui poster dst.

Pada waktu pembukaan pameran seni rupa hampir selalu ada hidangan gratis. Pola menghidangkan sesuatu yang kostenlos ini ditujukan agar pembukaan pameran lebih seru karena banyak yang datang. So ketika pembukaan pameran kita malah nggak akan dapat konsentrasi penuh melihat karya yang dipamerkan. Selain antri makanan gratis sambil kadang menikmati hiburan musik,  juga ketemu kolega dan teman-teman yang sehari-harinya jarang ketemu atau pun kenalan baru. Jadi kadangkala selain makan minum gratis pada sebuah acara pembukaan pameran, kebutuhan sosialisasi lebih penting daripada menyaksikan karya yang dipajang.

Orang yang tidak pernah atau belum tahu, akan berpikir ulang jika ingin mengunjungi acara pembukaan pameran, mereka berpikir kalau datang ke pembukaan pameran pasti membeli tiket masuk atau mengeluarkan uang untuk membeli makanan. Memang ada beberapa pameran yang makanan dan minumannya dijual, tapi itu hanya kasus kecil, prosentasinya kecil sekali.
Justru makanan dan minuman yang disediakan tersebut sebagai umpan! Kita para pengunjung adalah ikan-ikan yang berenang bebas, ketika memakan umpan sekalipun kita tetap bebas tak perlu membeli karya yang sedang dipamerkan. Biarlah orang yang sudah kelebihan uang yang mengamankan karya tersebut.

Pihak penyelenggara pameran telah rela mengalokasikan dana yang tidak sedikit untuk sesi konsumsi, maka dari itu mari teman-teman janganlah ragu apalagi takut untuk datang ke sebuah pembukaan pameran.
Selain mendapatkan santapan jasmani kita juga dapatkan yang rohani, selain mengapresisasi karya seniman sekaligus juga bisa membangun jaringan pertemanan yang tak diduga sebelumnya. Yak sip!


Wednesday 14 October 2015

Siasat orang kecil


Saya dilahirkan di sebuah keluarga besar yang sangat sangat sederhana. Kami, tujuh bersaudara, orang tua kami adalah dari golongan buruh kasar. Ayahku sampai sekarang (yang seharusnya sudah pensiun seandainya dia pegawai negeri) masih bekerja sebagai tukang besi di proyek-proyek ketika ada panggilan, sementara ibuku belum lama menemukan kembali bakat wiraswastanya setelah lama memburuh, beliau sekarang membuka usaha warung sarapan di rumah kami satu-satunya.

Sejarah keluarga kami bukanlah sejarah orang besar yang bergelimang kesuksesan, sehingga tak menarik untuk dicatatkan. Namun semua keadaan yang serba kekurangan itu membuat kami tahan banting. Terbukti beberapa dari kami mampu menyiasati keadaan. Empat dari kami mendapatkan keberuntungan ikut merasakan indahnya dunia perguruan tinggi, seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Sesuatu yang belum bahkan tak pernah dibayangkan oleh kedua orang tua kami, ayahku cuma lulusan SMEP (sekelas SMK mungkin) sementara ibuku cuma lulus SD (sebuah kewajaran pada generasinya).

Di sebuah negara yang kaya raya alamnya, pendidikan masih barang yang sangat mahal sekali. Orang-orang seperti kami musti berjuang lebih keras dari biasanya untuk bisa bersekolah jika dibandingkan dengan anak-anak para pembesar, para pembuat kebijakan, yang menentukan nasib semua penduduk negeri.
Konon kabarnya anggaran pendidikan di apbn sudah mencapai 20 persen, tapi kenapa biaya pendidikan malah makin membumbung tinggi?.. (sebuah pertanyaan bodoh yang sulit dijawab dengan pintar).
Para pendukung Orde Baru makin tertawa terbahak-bahak menyaksikan dunia pendidikan saat ini. Banyak sekali bahkan hampir sebagian besar anak para pembesar bersekolah diluar negeri yang biayanya sangat-sangat minimal bahkan bisa dikatakan gratis jika dibandingkan dengan biaya pendidikan di dalam negeri. Kenapa mereka tidak berupaya membuat undang-undang yang menjamin semua warga negara tanpa kecuali memperoleh pengetahuan secara cuma-cuma? Apa yang mereka takutkan jika semua orang cerdas dari semua golongan mempunyai kesempatan yang sama?
Apakah mereka para pembuat kebijakan itu takut, akan terlalu banyak orang pintar lagi yang akan kritis?
Seperti ada sesuatu yang selalu ditutup-tutupi, agar keadaan tetap stabil alias tak bergerak.
Apa karena mereka takut bahwa ada sesuatu yang besar akan terbongkar jika semua orang jadi lebih cerdas dari biasanya? seperti iklan rokok yang dulu sempat populer: Tanya Kenapa?

apropo: ayahku adalah perokok berat, beruntung hanya satu anaknya yang mengikuti kebiasaan beliau. Kesehatan bukanlah yang utama kenapa kami menghindari rokok, melainkan perhitungan matematika. Jika merokok, kami hanya membakar hidup-hidup uang kami, yang jumlahnya sangat sedikit itu, demi mengepulkan asap melalui mulut. Hemat kami lebih baik uang itu dipakai untuk menjaga stabilitas dapur agar selalu tetap mengepul atau menabung untuk pendidikan.